Kalau kamu sering denger berita tentang drakor baru dengan bujet miliaran per episode, mungkin kamu pernah mikir: “Serius nih, satu episode doang bisa semahal itu?”
Jawabannya: iya, serius banget.
Industri drama Korea udah berkembang jauh dari masa-masa sederhana di awal 2000-an. Sekarang, produksi drama gak cuma soal kamera dan aktor. Itu udah kayak proyek skala besar — gabungan antara film bioskop, fashion show, dan strategi global branding.
Tapi biar gak cuma kaget, yuk kita bedah pelan-pelan kenapa biaya produksi satu episode drakor bisa semahal itu.
1. Gaji Aktor Utama yang Selangit
Ini faktor paling kelihatan dan paling bikin angka produksi langsung melambung: aktor utama drakor sekarang punya tarif setara bintang film blockbuster.
Aktor papan atas kayak Kim Soo Hyun, Song Hye Kyo, Lee Jong Suk, atau Jun Ji Hyun bisa dibayar antara 200 juta sampai 500 juta won per episode, bahkan lebih.
Dan kalau drama itu tayang di platform global kayak Netflix, angka itu bisa naik dua kali lipat.
Sebagai contoh, Kim Soo Hyun disebut-sebut menerima hampir 1 miliar won per episode untuk drama Queen of Tears (2024).
Kenapa mahal banget? Karena mereka bukan cuma aktor — mereka juga magnet rating dan global appeal.
Begitu nama besar mereka diumumkan, sponsor langsung berdatangan, iklan naik, dan penonton internasional auto nambah.
Jadi, walau kelihatannya gaji tinggi banget, sebenarnya itu investasi yang balik lagi lewat popularitas dan penjualan.
2. Kualitas Sinematografi Setara Film Layar Lebar
Coba bandingin drakor zaman dulu kayak Full House atau Winter Sonata sama drakor modern kayak Mr. Sunshine, Vincenzo, atau Sweet Home.
Bedanya jauh banget, kan?
Sekarang, sinematografi drakor udah setara film bioskop. Kamera yang dipakai pun bukan kamera TV biasa, tapi kamera digital sinema seperti Arri Alexa atau RED Digital Cinema — harga satu unitnya aja bisa miliaran.
Belum lagi lighting, color grading, dan efek visual yang harus presisi buat dapetin tone sinematik khas Korea.
Hasil akhirnya bikin drakor terasa “mahal” bahkan sebelum kamu tahu anggarannya.
Misalnya, Vincenzo atau Reborn Rich punya nuansa visual kayak film layar lebar — pencahayaan lembut, kontras elegan, dan framing yang artistik banget. Semua itu gak murah.
Setiap episode bisa butuh waktu syuting lebih lama dari biasanya, yang otomatis nambah biaya produksi.
Jadi, kalau kamu nonton drakor terus mikir, “kok kayak film bioskop ya?”, itu karena memang dibikin dengan bujet film bioskop.
3. Efek Visual dan CGI Canggih
Khusus untuk genre fantasi, sci-fi, atau thriller supernatural, biaya CGI dan efek visual bisa makan porsi besar banget dari total bujet.
Contohnya Sweet Home, Arthdal Chronicles, atau Kingdom.
Monster realistis, kota apokaliptik, latar kerajaan, dan adegan perang besar semua butuh efek visual skala tinggi.
Studio efek visual di Korea kayak Dexter Studio dan Weta Digital Korea punya standar setara Hollywood.
Mereka bisa habisin sampai 500 juta – 1 miliar won per episode cuma buat CGI.
Tapi hasilnya sepadan: Sweet Home jadi salah satu serial Netflix paling ditonton di dunia, dan Arthdal Chronicles dikenal karena dunia fantasinya yang kompleks.
Efek visual bukan sekadar “hiasan,” tapi bagian penting dari storytelling modern.
Dan di dunia streaming, visual yang keren bisa jadi faktor utama buat menarik penonton global.
4. Lokasi Syuting yang Gak Main-main
Kalau kamu perhatiin, banyak drakor modern syuting di luar negeri.
Mulai dari Crash Landing on You (Swiss), Vincenzo (Italia), sampai Descendants of the Sun (Yunani).
Setiap perjalanan ke luar negeri berarti biaya logistik, izin lokasi, akomodasi kru, tiket pesawat, sampai biaya karantina (kalau masa pandemi).
Dan itu bisa ngabisin ratusan juta won cuma buat beberapa hari syuting.
Belum lagi kalau drama itu pakai lokasi bersejarah atau bangunan berlisensi khusus — harga sewanya gak murah.
Contoh ekstremnya, Arthdal Chronicles dibangun di set buatan seluas lebih dari 100 ribu meter persegi buat ngebangun kota fantasi dari nol.
Biayanya? Lebih dari 50 miliar won untuk keseluruhan produksi.
Jadi ya, kalau kamu liat latar yang megah banget, itu bukan efek komputer doang — tapi hasil kerja nyata dengan biaya produksi yang luar biasa besar.
5. Pakaian dan Styling Premium
Kamu sadar gak, karakter drakor selalu tampil rapi, modis, bahkan di tengah tragedi hidup?
Itu bukan kebetulan, tapi hasil kerja tim wardrobe dan stylist profesional.
Setiap karakter punya palet warna, gaya, dan branding tersendiri.
Misalnya Song Hye Kyo di The Glory tampil dengan busana mewah tapi minimalis, sementara IU di Hotel Del Luna pakai gaun haute couture dari brand global.
Satu set baju aja bisa ratusan juta won, apalagi kalau custom atau sponsor dari brand fashion dunia.
Dan buat drama sageuk (kerajaan), pakaian tradisional dan aksesorinya dibuat manual oleh pengrajin profesional — bahkan kainnya diwarnai khusus biar sesuai periode sejarah.
Jadi jangan heran kalau biaya kostum dan styling bisa mencapai miliaran won dalam satu musim tayang.
Itu bagian dari “keindahan visual” yang bikin drakor terkenal di seluruh dunia.
6. Soundtrack (OST) dan Hak Musik
Gak bisa dipungkiri, OST drakor adalah salah satu daya tarik terbesar yang bikin penonton baper berkepanjangan.
Tapi kamu tahu gak? Lagu-lagu itu juga mahal banget produksinya.
Bayangin, mereka harus bayar komposer top, musisi, studio rekaman, sampai penyanyi terkenal kayak Baekhyun, IU, atau Gaho buat ngisi soundtrack-nya.
Satu lagu OST bisa habis biaya produksi sekitar 100 juta – 300 juta won.
Kalau satu drama punya 10 OST, tinggal kali aja.
Dan gak cuma itu, hak cipta musik (music licensing) buat platform streaming internasional juga mahal, karena harus didistribusikan global lewat Netflix, Viu, atau Disney+.
Jadi, kalau kamu denger lagu tema drakor dan langsung jatuh cinta, percayalah — itu bukan cuma lagu. Itu investasi besar yang dirancang buat bikin kamu terus inget sama dramanya.
7. Pemasaran Global dan Promosi
Sekarang, drakor gak lagi tayang cuma buat pasar Korea.
Targetnya udah global — Asia, Eropa, Amerika, bahkan Timur Tengah.
Itu artinya, biaya promosi juga ikut naik drastis.
Produksi trailer sinematik, iklan billboard, kampanye media sosial, sampai konferensi pers internasional semua butuh biaya besar.
Bahkan untuk drama besar kayak The King: Eternal Monarch atau Vincenzo, tim produksi bisa habisin miliaran won hanya buat promosi pra-rilis.
Platform streaming kayak Netflix juga sering bantu kampanye, tapi tetap, studio lokal harus ngeluarin bujet marketing buat maintain exposure di pasar Korea sendiri.
Kampanye “viral” di media sosial pun sering kali dirancang dengan agensi PR profesional — yang tarifnya gak main-main.
Jadi kalau kamu lihat satu drakor nongol di mana-mana sebelum tayang, itu hasil dari strategi marketing yang mahal tapi efektif.
8. Lisensi Platform Streaming
Salah satu alasan utama kenapa biaya produksi drakor meningkat tajam adalah karena masuknya platform global kayak Netflix, Disney+, dan Amazon Prime.
Model bisnis mereka beda: bukan sistem tayangan TV konvensional, tapi sistem lisensi eksklusif.
Artinya, mereka bayar mahal di awal buat hak distribusi global.
Netflix, misalnya, bisa kasih dana hingga 25 juta USD buat satu drama eksklusif kayak Sweet Home atau The Glory.
Tapi sebagai gantinya, ekspektasi mereka juga tinggi: kualitas sinematik, visual internasional, dan jalan cerita yang bisa diterima penonton dunia.
Dengan bujet segitu besar, produser otomatis naikin standar — dan itu berarti semua aspek dari produksi sampai post-production harus kelas atas.
Gampangnya, makin besar uang dari platform global, makin tinggi tanggung jawab produksi — dan makin mahal juga hasil akhirnya.
9. Durasi Episode yang Panjang
Kalau kamu bandingin dengan serial Barat, episode drakor biasanya berdurasi 60–90 menit.
Itu udah kayak film kecil yang diproduksi tiap minggu.
Makin panjang durasi, makin banyak adegan, set, lighting, editing, dan biaya kru yang harus dibayar.
Belum lagi kalau dramanya punya banyak karakter utama atau subplot yang rumit — semua butuh waktu syuting dan penulisan yang lebih lama.
Misalnya, drama Mr. Sunshine butuh lebih dari 6 bulan syuting non-stop buat 24 episode.
Kamu bisa bayangin berapa biaya logistik, kru, dan aktor yang harus ditanggung.
Durasi panjang itu bukan cuma buat gaya, tapi buat ngasih ruang emosional dan storytelling yang khas Korea — yang bikin penonton ngerasa puas dan terikat secara emosional.
10. Standar Perfeksionis Produksi Korea
Salah satu alasan kenapa biaya produksi drakor tinggi banget adalah budaya perfeksionisme di balik layarnya.
Setiap adegan disyuting berkali-kali sampai sutradara ngerasa hasilnya “pas.”
Bahkan hal kecil kayak warna bunga di latar, posisi kamera, atau ekspresi aktor bisa diulang terus demi hasil terbaik.
Proses ini makan waktu, tenaga, dan biaya.
Dan ini juga yang bikin drakor punya reputasi kuat di seluruh dunia — karena kualitasnya konsisten, bahkan dalam adegan paling kecil sekalipun.
Bagi industri Korea, “cukup bagus” gak pernah cukup.
Mereka ngejar “sempurna” di level sinematik. Dan perfeksionisme itu, ya, gak gratis.
11. Biaya Post-Production yang Fantastis
Setelah syuting selesai, pekerjaan belum berakhir.
Post-production justru sering jadi tahap paling mahal.
Mulai dari editing, color correction, efek tambahan, dubbing internasional, sampai penyesuaian subtitle buat ratusan negara.
Buat drama yang tayang global, ini bisa makan waktu berbulan-bulan dan biaya besar.
Studio Korea juga punya kebiasaan revisi terus bahkan sampai mendekati tanggal tayang.
Itu kenapa banyak drama modern sekarang syuting dulu beberapa episode, baru lanjut setelah rating awal keluar — buat bisa adaptasi tapi tetap jaga kualitas.
Proses ini butuh tim besar dan software premium yang harganya gak kalah dari biaya syuting itu sendiri.
12. Sponsor dan Product Placement
Ironisnya, salah satu penyebab drakor mahal juga jadi sumber pemasukan.
Yup, sponsor dan iklan produk (PPL) yang sering kamu lihat di drama.
Mereka masuk karena sadar, drakor punya pengaruh besar banget di pasar Asia.
Tapi biar produknya tampil natural dan sinematik, tim produksi butuh penyesuaian besar — desain set, penulisan ulang skrip, atau bahkan reshoot adegan.
Dan semua itu tentu menambah biaya teknis dan waktu.
Meski kelihatan “iklan terselubung,” PPL jadi simbiosis unik: mereka bantu nutupin sebagian bujet produksi, tapi juga bikin proses makin kompleks.
13. Ekspektasi Global Penonton
Sekarang, penonton drakor gak cuma orang Korea.
Penontonnya datang dari 190 negara lebih, dengan ekspektasi tinggi.
Artinya, produser harus pikirin universality cerita, visual yang appealing buat audiens global, dan standar teknis yang bisa diterima di semua platform.
Semua itu bikin proses kreatif jadi lebih rumit — dan tentu, lebih mahal.
Tapi inilah harga dari globalisasi konten Korea.
Mereka bukan cuma bikin drama buat hiburan lokal, tapi juga buat bersaing di panggung dunia.
Dan hasilnya terbukti: Squid Game, The Glory, Kingdom — semuanya bukan cuma sukses secara rating, tapi juga secara budaya.
Kesimpulan: Mahal Tapi Masuk Akal
Jadi, kalau kamu masih penasaran kenapa biaya produksi satu episode drakor bisa semahal itu, jawabannya simpel: karena mereka ngejar kualitas, bukan sekadar kuantitas.
Dari gaji aktor top, teknologi sinematik, efek visual, sampai pakaian dan soundtrack, semuanya digarap dengan standar global.
Industri drama Korea udah berubah dari sekadar hiburan lokal jadi bisnis internasional bernilai miliaran dolar.
Tapi yang paling keren, meskipun mahal, hasilnya gak pernah setengah-setengah.
Drakor terus jadi tolok ukur storytelling emosional dan teknis di Asia — bahkan Hollywood pun mulai belajar dari mereka.
Jadi, setiap kali kamu nonton drama baru dengan bujet fantastis, ingatlah: di balik satu adegan indah, ada kerja keras ratusan orang dan biaya produksi yang bikin keringat mahal terbayar tuntas.
FAQ
1. Berapa rata-rata biaya produksi per episode drakor modern?
Sekitar 600 juta hingga 2 miliar won per episode, tergantung genre dan aktor utama.
2. Apakah semua drakor mahal?
Enggak. Drama web atau mini-series biasanya jauh lebih murah, sekitar 50–200 juta won per episode.
3. Drakor apa yang paling mahal sejauh ini?
Arthdal Chronicles dan Sweet Home masuk daftar teratas, dengan total produksi mencapai puluhan miliar won.
4. Kenapa aktor drakor dibayar tinggi banget?
Karena mereka punya nilai komersial besar dan jadi daya tarik utama buat rating serta promosi internasional.
5. Apakah biaya besar selalu menjamin kualitas drama?
Tidak selalu, tapi mayoritas drama berbiaya tinggi cenderung punya standar teknis dan estetika lebih baik.
6. Siapa yang menanggung biaya produksi?
Biasanya gabungan dari rumah produksi, sponsor, dan platform distribusi seperti Netflix atau stasiun TV besar.
Kesimpulan Akhir:
Jadi, Kenapa Biaya Produksi Satu Episode Drakor Bisa Semahal Itu bukan cuma karena gaya atau kemewahan, tapi karena ambisi besar di balik layar.
Setiap detail — dari cahaya, musik, sampai dialog — dirancang buat memuaskan penonton global.